Bromo I’m In Love #6 [Love]

Another late (very–very–very..!!) late post. 😛

Malang. Kota ini merupakan salah satu magnet bagi wisatawan, baik domestik maupun internasional. Siapa yang tidak tahu Semeru, dengan puncak Mahamerunya. Dari ketinggian yang konon merupakan puncak tertinggi pulau Jawa ini pengunjung tak henti dibuat berdecak kagum. Betapa maha kuasanya Tuhan yang menciptakan keindahan yang sedemikian rupa.

Saking indahnya, semenjak izin mendaki dibuka bulan depan, tepatnya tanggal 5 Mei – berbagai rombongan berencana mengeksplorasinya. Mulai dari Open Trip, backpacker, dan share cost. Ramainya pendakian bulan Mei, selain karena baru dibuka, di sekitar Ranukumbolo dan Oro oro ombo terdapat padang Lavender. Bukan Lavender beneran, ini berupa padang bunga liar yang ketika mekar akan terlihatlah lautan ungu. Dan bulan mei merupakan puncaaaaak kemekaran bunga ini. Ffuuhhh.. #Pengeeennn…

Puncak keramaian lainnya akan terjadi bulan Agustus. Sekalian upacara bendera – perayaan 17 Agustusan.

Oke tinggalkan dulu Mahameru, sebab itu hanya bisa membuat dada terasa teriris-iris #Lalu menangis sambil mengais-ngais tanah. 😛
Kali ini kita harus cukup puas dengan adik kecilnya, yaitu Bromo.

===

Pertama-tama kita harus memutuskan jalur mana yang akan kita tempuh untuk sampai di kota Malang. Bisa lewat jalur udara maupun darat. Opsi yang paling banyak digunakan adalah naik kereta Api. Tapi kalau mau lebih cepat bisa menggunakan pesawat yang memerlukan waktu hanya beberapa jam saja. Naik kereta butuh waktu 17-18 jam, kita bicara asal dari Jakarta. Turun di stasiun Malang.

Dari stasiun banyak kendaraan umum dan travel yang menanti di luar. Cukup katakan tujuan, lalu nego serendah-rendahnya, #semoga berhasil dengan negosiasinya. Kali ini, Saya dan teman-teman tidak harus repot-repot mencari kendaraan karena kami ikut trip organizer, yang segalanya sudah disiapkan. Haha.. Maklum pemula, masih polos – bukan sok banyak duit lho ya..

Dari stasiun, lumrahnya para pengunjung akan mencari homestay. Salah satu tempat yang menyediakan homestay adalah Desa Wisata Gubug Klakah. Penduduk desa akan dengan senang hati mengantarkan kita ke tujuan, sekalian tanya-tanya sewa jeep yang murah dengan mereka. Karena sebagai sesama pelaku wisata, desa wisata, guide, homestay dan pemilik kendaraan pasti saling koordinasi.

Perlu dicatat bahwa daerah wisata Bromo merupakan dataran tinggi, yang artinya dingin. Kalau kita nggak kuat dingin, harap antisipasi dengan membawa pakaian tebal, kaos kaki, sarung tangan, masker, kupluk dan semacamnya.

===

Tengah malam, siap berangkat menikmati panorama sunrise di Bromo

Tengah malam, siap berangkat menikmati panorama sunrise di Bromo

Malam itu kami harus merayu mata agar segera terlelap, sebab jam 2 dini hari kami harus berjuang melawan dingin dan kantuk yang tersisa demi menikmati panorama pagi yang disuguhkan oleh Bromo.

Benar saja, cuaca kala itu kurang bersahabat. Kabut tebal dan angin kencang membuat laju jeep yang kami tumpangi terseok-seok, jarak pandang hanya beberapa meter saja. Saking tebalnya kabut, menghasilkan tetesan-tetasan air yang ketika itu saya kira tetesan hujan ternyata tetesan embun. Tidak normal, jadi bisa bayangkan betapa dinginnya cuaca ketika itu.

Di kiri kanan terdapat kubangan yang cukup dalam dan tentu saja – becek. Saya tidak habis pikir ketika melihat beberapa pengunjung yang nekad menyusuri medan seperti itu dengan sepeda motor. Alhasil, diantara mereka ada yang terpaksa memutar arah, turun.

Cuaca benar-benar diluar dugaan, jika tidak dibarengi dengan tekad yang kuat, dengan janji, indahnya panorama Bromo kala mentari menyapa, mungkin saat itu saya sudah meraung-raung minta pulang #OkeFixLebay. Yang pasti, suasana mendadak menegangkan karena dingin dan angin yang ekstrim – mungkin karena ini pengalaman pertama saya.

Tidak lama kemudian kami sampai disebuah tempat, lebih terlihat seperti pasar. Karena disana sudah sangat ramai pengunjung yang juga ingin menyaksikan matahari terbit. Kendaraan berjejer rapi, pedagang sibuk menjajakan jualannya. Mulai dari makanan ringan, minuman penghangat hingga berbagai souvenir.

Ditempat ini kami hanya berhenti sebentar karena ada teman serombongan yang butuh ke toilet, setelahnya kami melanjutkan perjalanan menuju spot pandang, sedikit lebih tinggi dari keramaian tadi. Tempat yang kami tuju ini lebih terbuka, otomatis angin yang dingin menusuk bebas dan puas mengerjai kami. Sungguh, jika tidak dikuatkan tekad entah apa yang akan terjadi. (Hipotermia, bisa terjadi ditengah kedinginan dan dipermudah dengan hilangnya tekad dan harapan). #Okeiniagakberlebihan

Angin dan kabut merupakn sejoli luar biasa yang sukses membuat tubuh menggigil. #entah sarung siapa yang saya pakai :P

Angin dan kabut merupakn sejoli luar biasa yang sukses membuat tubuh menggigil. #entah sarung siapa yang saya pakai 😛

 

Hari masih gelap saat kami sampai di pemberhentian terakhir. Karena tidak tahan dengan serangan angin dan dingin yang menggila, kami memutuskan meringkuk di dalam jeep sambil berdempet-dempetan, berbagi kehangatan. Setelah menunggu agak lama, tanda-tanda pagi mulai terlihat. Namun karena angin dan kabut yang masih saja tebal, kami tidak bisa menyaksikan sunset di gunung bromo, panorama sunset yang melegenda dikalangan para pecinta keindahan alam nusantara itu terpaksa kami lewatkan.

Apa mau dikata, yang jelas kami tetap harus menikmati perjalanan kali ini. Menginjakkan kaki di kawasan Bromo saja sudah merupakan suatu berkah yang luar biasa.
Memperhatikan gelak tawa para pengunjung juga merupakan sebuah pemandangan yang tak kalah indah dengan hangat dan indahnya sunrise-nya Bromo.

DSC_0397

===

Penjual Edelweis

Oke, saya tahu bahwa Bunga edelweis seharusnya tidak dipetik apalagi diperdagangkan dengan bebas. Ya, disana, beberapa masyarakat lokal menjajakan bunga tersebut pada wisatawan. Tahu saja mereka. Pemuda-pemudi metropolitan tentu dengan senang hati membawa pulang beberapa ikat bunga yang mereka tawarkan. Termasuk saya. Maaf.

Edelweis terkenal bahkan terancam karena filosofinya dalam hal keabadian.

Saya sendiri tidak berpikir kesana. Yang saya tahu edelweis sulit didapatkan, saya ingin memilikinya, dan setidaknya bukan saya yang sengaja memetik dan merampas keabadian mereka dari atas gunung sana. Haha #OkeSayajahat.

Mereka, para pemburu bunga liar ini hanya mencoba bertahan hidup, mencari nafkah agar dapur mereka tetap mengepul. Asal tahu saja, untuk mendapatkan bunga-bunga tersebut, harus menantang maut. Berjalan belasan kilometer, menembus kabut dan dingin, belum lagi bahaya ancaman penguasa rimba, ditambah medan yang mengerikan. Jangan salahkan mereka, sebab mereka butuh makan (perjuangan para pemburu bunga liar di pegunungan dulu pernah diangkat disebuah tayangan televisi swasta).

Lalu bunga yang berhasil mereka kumpulkan, mereka ikat dan dibentuk serapi dan seindah mungkin. Seikat edelweis mereka jual dikisaran 10-15 ribu. Terlalu murah menurut hemat saya. Sebab seikat bunga itu sebaiknya mereka bagi jadi 2 atau bahkan 3.

Dengan begitu penghasilan mereka bisa lebih banyak, dengan begitu tak perlu terlalu banyak edelweis yang kehilangan asalnya, setidaknya itu akan memperlambat kepunahan bunga edelweis di tanah Semeru yang sebenarnya memang sudah dikategorikan PUNAH. Saya tidak bisa menyalahkan para pemburu ini, lagi-lagi saya memang lemah untuk menghakimi salah atau benar jika itu sudah menyangkut keberlangsungan hidup orang lain.

===

BENCI KUDA

Selanjutnya kami menuju kawasan kawah Bromo. Bukan main ramainya. Jeep berjejeran, warung tenda menjajakan makanan, dan untungnya disana ada toilet. Toilet itu penting kapten.! Tapi sialnya, karena kelamaan ngantri, saya dan beberapa teman ditinggalkan rombongan. Jahat bangetkan? Padahal sebelum ngacir ke toilet katanya mau ditungguin.huuuhh…

Panorama alam yang disuguhkan kawasan Bromo benar-benar indah. Hamparan padang pasir yang berwarna kehitaman benar-benar memanjakan mata. Disampingnya berdiri kokoh gunung batok yang berwarna hijau kekuning-kuningan karena ditumbuhi semacam perdu.

Ditengah-tengah padang pasir tersebut terdapat bangunan semacam candi, yang memperelok sekaligus mengukuhkan suasana dan cerita mistis yang menyatu dengan kawah Bromo itu sendiri. Sayangnya tak banyak waktu menikmati candi tersebut, kami harus menyegerakan langkah jika tidak ingin semakin tertinggal dari rombongan.

Menuju tangga - kawah bromo

Menuju tangga – kawah bromo

Untuk sampai ke tangga menuju kawah bromo, kita harus melalui hamparan pasir yang lumanyan menguras tenaga karena posisinya agak sedikit menanjak. Untungnya waktu itu masih pagi dan masih dalam kondisi musim hujan, jadi pasir tempat kami berpijak padat, tidak perlu direpotkan oleh tamparan pasir yang diterbangkan angin (terkena paparan pasir yang berterbangan itu sakit kapten, jangan ragukan saya, sebab saya anak pantai 😛 )

Adanya penyewaan kuda merupakan magnet tersendiri bagi pengunjung. Padang pasir dan sedikit savana disekitar bromo menjadikan kegiatan berkuda patut untuk dicoba. Seru sih keliatannya. Tapi saya benci, kenapa kuda-kuda ini main seradak seruduk di jalur yang sama dengan pengunjung.
Maksud saya, seharusnya jalur kuda dibuatkan sendiri. Sumpah ga nyaman banget, saat kamu ingin menikmati panorama, tiba-tiba kuda sudah ada dibelakangmu, hampir menyeruduk, tanpa peringatan. Berulang kali saya teriak,

“Kuda!”, “Kudaaaa!”, “Kudaaa!!!”, “Arrrgghh… KUDAAAA!!” benar-benar merepotkan.

Long week end membuat kawasan Bromo disesaki pengunjung, baik lokal maupun mancanegara.Yang repot itu pas ngantri di tangga kawah bromo. Ngantrinya pake banget. Karena tidak sabar, akhirnya saya dan beberapa teman nekad naik lewat tebing pasir. Hahha.. tidak terlalu sulit, lalu summit. Ya~~Ha..!!  Bromooo..!!
Pasir Berbisik dan Paadang Savana/Bukit Teletubis

Setelah berhasil mencapai kawah bromo, tujuan kami selanjutnya adalah Pasir Berbisik dan Padang Savana.
Pasir berbisik itu, hamparan pasir yang sangat luas, sejauh mata memandang. Berhubung masih pagi dan tergolong musim hujan, jadi tidak ada bisikan pasir. Hahha.. :mrgreen:

Jeep berjejer di hamparan pasir #Pasir berbisik

Jeep berjejer di hamparan pasir #Pasir berbisik

Padang Savana, merupakan hamparan rerumputan yang indah. Diselingin beberapa bunga liar. Disana juga terdapat bukit-bukit yang indah, biasa disebut bukit teletubis. Indah banget. Pokoknya, kalau kamu mengaku orang Indonesia, kamu harus mengunjungi tempat-tempat tersebut.

berpeluuukaaan.. ^_^

berpeluuukaaan.. ^_^

Hanya satu kata, INDAH.

Hanya satu kata, INDAH.

Saya tidak peduli seberapa jauh anda telah melanglang, menjejakkan kaki di negara orang, saya lebih respeck pada mereka yang lebih memilih menjelajahi negerinya sendiri. Namun, bukan berarti anda tidak boleh menjajaki keindahan alam di negara lain. Agar kita tahu, seberapa tak tertandinginya keindahan Indonesia! 😉

Lavender di Bukit Teletubis - Bromo

Lavender di Bukit Teletubis – Bromo

Oya di tanjakan pertigaan Bromo – Semeru, sempat terjadi insiden kecil. Salah satu jeep rombongan kami sedikit tergelincir. Dimedan yang cukup ekstrim dan kondisi jalan yang bisa dikatakan buruk, para pengendara harus ekstra hati-hati, harus memahami tip dan trik untuk menaklukkan medan tersebut. Rupanya, menurut supir jeep tersebut, remnya blong.

Sesaat kengerian menyelimuti kami. Beruntung jeep kami yang tepat berada di belakangnya bisa menahan laju mundur jeep tersebut. Karena khawatir tergelincir lagi, kami memutuskan jalan kaki sampai pertigaan Bromo-Semeru. Dan karena insiden tersebut, kami bisa bernarsis ria di palang ini.
Yahhh.. bukan apa-apa sih. Cuma, sebagai seseorang yang ngebet banget ke Ranupane-Rabukumbolo, kesempatan itu luar biasa istimewa. Ya, siapa tahu keinginan tersebut bisa segera terwujud. Hahhaa..

Pertigaan Bromo - Semeru

Pertigaan Bromo – Semeru

===

Mendekati jam 3 kami meninggalkan homestay. Tidak lupa mengucap terimakasih pada keluarga Bapak Bagong yang telah mengizinkan kami menempati kamar keluarga mereka. Mobil carry sudah menunggu kami. Jam 4 kereta Matarmaja akan mengantarkan kami kembali pada padat dan riuhnya kota Jakarta.
Nah, ada yang kurang nggak sih?

Yappss… beli oleh-oleh khas Malang!! Jadi kami serombongan mampir di toko Sananjaya, pusat oleh-oleh Malang. Ada berbagai macam cemilan yang bisa dibawa pulang.

Saran saya : Jangan beli snack paketan !! Isinya nothing, Kapten. Hahhaa.

 

Kesimpulan selama perjalanan :
1. Kota Malang Itu dingin
2. Candi Jago, merupakan sebuah bangunan candi yang terletak di tengah perkampungan. Banguannya tidak terlalu besar.
3. Coban Pelangi dan Coban Trisula memiliki daya tarik masing-masing, yang sama indahnya.
4. Masyarakat sekitar, para pelaku wisata (pemilik homestay, guide, dll) mereka sangat ramah.
5. Naik Jeep merupakan pengalaman saya yang pertama. Benar-benar luar biasa, berteriak lepas dan histeris itu memberi efek yang membebaskan.
6. Untuk menikmati sunrise di sekitar bromo, kita harus menerobos malam yang berangin dan dingin.
7. Disana bunga edelweis banyak ditawarkan oleh para pemburu tanaman liar.
8. Saya tidak suka melihat kuda berkeliaran di jalan setapak yang sama dengan kita. Bukan apa-apa, saya takut diseruduk, kapten.
9. Hamparan padang pasir, hamparan padang savana, angin yang adem, benar-benar kombinasi yang memberikan ketenangan, cocok untuk menghilangkan suntuk dan penatnya Ibu kota, atau sekedar menepi dari rutinitas yang monoton dan membosankan.
10. Kalau beli oleh-oleh, jangan yang paketan (karungan). Jadi dalam satu plastik besar ada bebarapa bungkus cemilan, yang berbeda rasa/jenis. Jangan beli itu. Isinya angin. Maksud saya, isinya cuma sejumput keripik. Sangat tidak sesuai dengan harganya.
11. Perjalanan Malang – Jakarta atau sebaliknya (via kereta api), memakan waktu sekitar 17-18 jam. Sewa bantal supaya bisa sedikit nyaman dan bisa tidur sedikit nyenyak.

12. Jika ingin bebas menikmati dan bercengkrama dengan alam, jangan pake Jeans. karena jeans akan membatasi ruang gerak anda. Kalau kalian pikir jeans itu tebal dan bisa membantumu melawan dingin, itu salah. Justru dingin akan terhantar dengan baik.
13. Selesaaaiii….
Terimakasih.

Homestay Bapak Bagong  - Desa Wisata Gubug Klakah - Bromo - Malang

Homestay Bapak Bagong – Desa Wisata Gubug Klakah – Bromo – Malang

 

 Setiap tempat memiliki keindahan dan ceritanya masing-masing. Dan Bromo berhasil membiusku, membuatku jatuh cinta. Setelah bersusah payah mengalahkan rasa lelah dan ego rasanya sepadan dengan keindahan yang kemudian bisa kita nikmati. Karena Bromo, saya jatuh cinta dengan dataran tinggi. Sebab di atas sana, kita bisa merasakan betapa Mahabesar dan Mahakuasanya Tuhan. Memperdalam dan mendekatkan kita pada Tuhan.

About azzuralhi

Ketika Anda tidak percaya tentang keindahan, selama itu pula Anda tidak akan pernah menemukan keindahan.

Posted on 29 April 2014, in Catatan. Bookmark the permalink. 2 Komentar.

  1. sayang bgt kena kabut, sunrise bromo emang mendunia bgt mbak.t.o.p deh

    Suka

Tinggalkan komentar